Ada dua pengertian khalifah menurut Al Qur’an. Konsep pertama khalifah universal, yaitu bahwa semua manusia adalah khalifah Allah di muka bumi, sebagaiman tujuan penciptaan Adam dan keturunannya (QS Albaqarah 30). Kedua adalah khalifah dalam pengertian spesifik, yaitu sebagai penguasa, sebagaimana ayat yang menceritakan kisah Dawud. “Wahai Dawud, sesungguhnya Kami telah menjadikanmu khalifah di bumi, maka putuskanlah hukum di antara manusia dengan adil dan janganlah mengikuti hawa nafsu karena akan menyesatkanmu dari jalan Allah (Shad: 36).”
Term khalifah yang dikenakan pada Adam adalah universal yang melekat pada setiap individu, setiap insan itu adalah khalifah Allah. Jadi semua kita, apapun agamanya maupun kelaminnya, adalah khalifah Allah. Sebagai khalifah Allah kita diberi kemampuan untuk menguasai alam ini, maka di dalam Al Qur’an disebut “Dan Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama semuanya…”
Untuk membuktikan dan memampukan manusia sebagai khalifah Allah, Allah mengajarkan asma’. Apa asma’ itu adalah konsep-konsep, seluruh konsep makhluk yang ada di bumi. Karena secara universal tugas manusia adalah untuk memakmurkan bumi. Ini mengena pada seluruh umat manusia tanpa membedakan agama, seluruh umat manusia adalah khalifah Allah, apapun agamanya, apapun keyakinannya, bahkan yang tidak beragama pun khalifah Allah di muka bumi.
Yang kedua, khalifah dalam konsep kehidupan bermasyarakat, khalifah dalam pengertian kekuasaan politik, inilah yang pertama ditegaskan kepada Nabi Dawud dalam ayat di atas. Khalifah dalam pengertian yang kedua inilah rupanya yang diperebutkan, termasuk oleh ISIS sekarang ini.
Khalifah universal, personal, kita semua adalah khalifah Allah apapun agamanya, apapun suku bangsanya, apapun keyakinannya.
Mulai dari yang tertinggi sebagai presiden, gubernur, sampai lurah, itu adalah khalifah Allah. Dan alhamdulillah kita sudah melihat bukti, bahwa banyak presiden, penguasa, disumpah dengan menyebut nama Allah. Jadi itu juga mengingatkan ‘Anda ini sesungguhnya khalifah Allah.’ Presiden Amerika itu tidak menyebut nama Allah tetapi paling tidak ada kata ‘God’ yang berarti Tuhan, yang juga diucapkan dalam sumpah jabatannya.
Jadi konsep khilafah yang diusung oleh Hizbut Tahrir, ISIS dan sebagainya, itu bertentangan dengan kodrat manusia yang telah diciptakan oleh Allah berbangsa-bangsa, bersuku-suku, untuk saling mengenal. Jadi kalau kita mendirikan khilafah untuk konteks Indonesia, itu sah. Jadi tidak harus khilafah itu universal, itu pengingkaran terhadap penciptaan yang Allah sendiri mengakui faktor kesukuan, bangsa dan sebagainya.
Yang paling fatal adalah konsep khilafah yang sekarang sedang diusung untuk agama tertentu itupun yang mempunyai paham tertentu saja. Buktinya yang terjadi sesama Islam saling serang, bukan saling melindungi.
Khalifah Allah dalam kehidupan dunia merujuk kepada sifat Allah: Ar Rahman, merahmati seluruh makhluk-NYA. Bumi Allah ini tidak pernah menolak orang dengan agama apa pun, air-Nya juga tidak pernah menolak diteguk oleh orang yang tidak beragama Islam, demikian juga dengan udara-Nya yang tidak pernah menolak dihirup oleh siapa saja.
Maka semua khalifah Allah adalah penguasa dengan sifat Rahman. Beda dengan sifatRahim, yang menghakimi iman, yang hanya terjadi nanti di hari akhir. Maka manusia di dunia ini tidak bisa menghakimi keyakinan.
Menerapkan sifat yang Rahmaani, bukanRahiimi. Negeri ini untuk semua warga bangsa, siapapun mereka, apapun agamanya, dan penguasa di negeri ini disumpah atas nama Allah tetapi bertindak untuk kemaslahatan seluruh warga, apapun agama dan keyakinan yang dianut. Itulah hamba Allah dengan sifat Ar Rahman
Sudah saatnya kedepan Indonesia harus menjadi pemimpin dalam wacana menyambung hubungan Islam dan negara. Islam di Timur Tengah sana memerlukan sekali uluran tangan dari kita tentang bagaimana merumuskan hubungan agama dan negara. Memang Pancasila sebagai landasan negara bukan bahasa Arab, tetapi dalam bahasa lokal kita, tapi makna dan substansinya sangat-sangat islami. Ketuhanan yang Maha Esa tidak bisa diartikan lain kecuali sebagai tauhid. Kemanusiaan yang adil dan beradab tidak lain adalah pemuliaan terhadap manusia, “Sesungguhnya telah Kami muliakan bani Adam..” Persatuan Indonesia tidak bisa dimaknai kecuali persatuan, persaudaraan antara warga bangsa. Permusyawaratan tidak lain adalah ‘syura bainahum.’ Kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, al ‘adalah (keadilan). Sekiranya dalam negara Islam, satu saja, keadilan, sebagai landasannya, sudah cukup.
Akhirnya kita harus pede menawarkan konsep hubungan agama dan negara seperti terjadi dengan kita.
Dari ceramah Masdar F Mas’udi, yang disampaikan pada 21 Agustus 2014 di Gedung Nusantara V, Senayan, dalam Silaturahmi Idul Fitri 1435 H Majlis Nasional KAHMI bertema ‘Merajut Ukhuwah Membangun Bangsa’
Sumber : Hminews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar